LOGIKA DAN PROPOSISI





LOGIKA DAN PROPOSISI

 (1) Mazhab Logika Tradisional
Pelopor mazhab ini adalah Aristoteles.Mazhab ini menafsirkan Logika sebagai suatu kumpulan aturan-aturan praktis yang menjadi petunjuk bagi pemikiran.

(2) Mazhab Logika Metafisis
Mazhab ini dipelopori oleh Frederich Hegel (1770-1831). Mazhab ini beranggapan bahwa susunan pikiran itu sebenarnya sama seperti kenyataan, sehingga Logika diangggap sama seperti metafisika. Tugas pokok Logika antara lain menafsirkan pikiran sebagai suatu tahap dari struktur kenyataan. Oleh karena itu untuk mengetahui kenyataan, orang harus belajar Logika dahulu.

(3) Mazhab Logika Epistemologis.
Mazhab ini dipelopori oleh Francis Herbert Bradley (1846-1924) dan Berdnard Bosanquet (1848-1923).Mazhab ini berpendapat bahwa untuk dapat mencapai pengetahuan yang memadai, maka pikiran logis dan perasaan harus digabung.Untuk dapat mencapai suatu kebenaran, logika harus dihubungkan dengan seluruh pengetahuan lainnya.

(4) Mazhab Logika Instrumentalis.
Pelopor mazhab ini ialah John Dewey (1859-1952).Mazhab ini disebut pula mazhab Logika Pragmatis.Logika ditafsirkan sebagai suatu alat (instrumen) dan langkah-langkah untuk memecahkan suatu masalah.

(5) Mazhab Logika Simbolis.
Pelopor mazhab ini ialah Leibniz, Boole, dan De Morgan.Mazhab ini sangat menekankan pentingnya bahasa simbol yang dipergunakan untuk mempelajari secara terperinci bagaimana akal itu harus bekerja.Metode yang banyak digunakan dalam mazhab ini adalah metode-metode dalam Matematika.Mazhab logika ini telah berkembang sangat teknis dan ilmiah yang sangat bercorak Matematika, sehingga disebutnya Logika Matematika (Mathematical Logic).
Sejak pertengahan abad 19, para ahli Matematika mengembangkan Logika Tradisional dengan metode-metode Matemat Simbolis. Logika Simbolis ini merupakan logika formal yang menelaah semata-mata bentuknya dan bukan isi dari apa yang dibicarakan. Karena kita akan banyak mempelajari Logika Simbolis ini, kirany Logika Simbolis ini merupakan logika formal yang menelaah semata-mata bentuknya dan bukan isi dari apa yang dibicarakan. Karena kita akan banyak mempelajari Logika Simbolis ini, kiranya ada baiknya apabila berikut ini dibicarakan beberapa pendapat tentang Logika Simbolis.
(1) James W. Amstrong dalam bukunya “Elements of Mathematics” menuliskan bahwa: “Logika Simbolis adalah studi tentang bagaimana pernyataan-pernyataan yang diketahui dan bagaimana nilai kebenarannya dapat ditentukan dari nilai-nilai kebenaran pernyataan-pernyataan semula”.
(2) Alonzo Church dalam bukunya “Symbolic Logic” menuliskan antara lain sebagai berikut: “Tujuan dari pembahasan Logika Formal dengan memakai bahasa logika yang diformalkan atau sistem tanda logika ialah menghindarkan makna ganda dan kelemahan logis dari bahasa sehari-hari”.
(3) Frederick B. Fitch dalam bukunya “Symbolic Logic” menuliskan antara lain sebagai berikut: “Ilmu tentang penyimpulan yang sah, khususnya yang dikembangkan dengan penggunaan metode-metode Matematika dan dengan bantuan simbol-simbol khusus akan memungkinkan seseorang menghindarkan makna ganda dari bahasa sehari-hari”.
(4) Corrinne Jacker berpendapat bahwa: “Pemakai simbol-simbol Matematika untuk mewakili bahasa, dan dengan simbol-simbol ini diolah sesuai dengan aturan-aturan Matematika untuk menetapkan apakah suatu pernyataan atau serangkaian pernyataan bernilai benar atau salah.
Pada perkembangan terakhir hingga saat ini, Logika Simbolis (Logika Matematika) mencakup 4 cabang, yaitu:

(1) Logika Pernyataan (Propositional Logic).
Suatu cabang Logika Simbolis yang membicarakan tentang pernyataan tunggal (pernyataan atom = pernyataan prima) dan pernyataan-pernyataan dengan perangkai yang disebut pernyataan majemuk (tersusun). Dalam menentukan nilai kebenaran pernyataan-pernyataan tunggalnya diketahui, digunakan beberapa kaidah dan aturan-aturan.Pokok bahasan seperti ini sering disebut Kalkulus Pernyataan.

(2) Logika Sebutan
Logika Sebutan merupakan cabang dari Logika Simbolis yang menelaah tentang perubah (variable) dalam suatu kalimat, kuantifikasi (kuantor) dan aturan-aturan serta tata cara dalam penyimpulan dan menentukan sahnya suatu argumen. Pokok bahasan yang membicarakan ini sering disebut Kalkulus Sebutan.

(3) Logika Hubungan
Logika ini membicarakan hubungan pernyataan-pernyataan, misalnya: hubungan simetris, hubungan refleksif, hubungan transitif dan lain sebagainya. Pengertian, ciri, unsur dan aneka konsep yang bertalian dengan hubungan, juga merupakan pokok pembicaraan dari Logika Hubungan.

(4) Logika Himpunan
Logika Himpunan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan Matematika, terutama dengan Teori Himpunan.Logika ini membicarakan tentang unsur-unsur suatu himpunan, operasi-operasi pada himpunan-himpunan dan hukum atau aturan-aturan yang berlaku.
Perkembangan Logika Simbolis mencapai puncaknya pada awal abad 20 dengan terbitnya karya Alfred North Whitehead dan Betrand Arthur William Russel dalam buku yang berjudul “Principia Mathematica”.Menyebutkan bahwa “Logika adalah masa muda dari Matematika dan Matematika adalah masa dewasa dari Logika”.Dengan terbitnya Principia Mathematica itu lahirlah pula aliran Logisisme dalam Matematika, yang semula dirintis oleh Frege. Inti ajaran aliran Logisisme ini karena seluruh konsep dan dalil Matematika dapat dikembalikan pada Logika. Logika tersebut tidak lain adalah Logika Simbolis atau Logika Matematika .Perkembangan berikutnya muncullah tokoh-tokoh Logika Simbolis dari pelbagai negara yang memberikan sumbangan-sumbangan yang sangat berharga, sehingga Logika Simbolis merupakan bidang pengetahuan yang sangat teknis dan sangat ilmiah. Setelah kita mempelajari serba sedikit perkembangan Logika, dapatkah kita menjawab pertanyaan: Apakah Logika itu dan untuk apakah kita mempelajari Logika? Di muka telah disebutkan bahwa Logika adalah suatu bidang ilmu yang mengkaji prinsip-prinsip penalaran yang benar dan penarikan kesimpulan yang sah, baik yang bersifat deduktif maupun yang bersifat induktif.Logika sering dikatakan sebagai suatu teori berpikir.Kiranya lebih tepat apabila dikatakan bahwa Logika menuntun kepada kita bagaimana pemikiran itu seharusnya berjalan, dan bukanlah bagaimana pemikiran itu sebenarnya berjalan. Suatu hal yang tidak mudah untuk menganilisis suatu proses pemikiran; artinya, untuk mencoba mengetahui apa sebenarnya yang terjadi dalam suatu proses pemikiran. Karena ia ditentukan sebagian secara logis, sebagian berjalan secara otomatis dan sebagian lagi dapat dikatakan tak menentu. Kiranya sukar pula untuk diterima bahwa kita akan dapat memperbaiki cara kita berpikir dengan secara paksa memasukkan sesuatu dengan kaku yang seluruhnya dikuasai dan diatur oleh operasi-operasi Logika semata-mata. Suatu pemikiran yang produktif biasanya bergerak melalui liku-likunya sendiri yang tidak selalu jelas jalannya. Sehingga yang diamati oleh Logika hanyalah hasil pemikiran dan bukan proses pemikiran itu sendiri. Dengan perkataan lain, Logika sebagai pengatur dan bukan sebagai penggerak bagi pemikiran. Logika merumuskan hukum-hukum yang dapat digunakan sebagai alat untuk menilai apakah hasil suatu pemikiran benar/sah, dan bukanlah hukum-hukum itu akan dikenakan pada pemikiran itu sendiri. Sebab proses pemikiran yang kreatif tidak bergerak melalui jalan-jalan yang telah disediakan lebih dahulu, melainkan mengikuti suatu kaidah duga dan kaidah coba terlebih dahulu. Logika bertugas memisahkan yang benar dan yang salah. Meskipun demikian, kiranya tidak berlebihan apabila kita katakan bahwa dalam batas-batas tertentu kita dapat memperbaiki cara berpikir dengan jalan mempelajari Logika sebagai salah satu cara dalam menertibkan operasi-operasi/cara berpikir, sehingga jumlah hasil yang bernilai benar akan meningkat. Ringkasnya, Logika tidak mampu untuk menggantikan pemikiran yang kreatif.Suatu kekeliruan apabila kita menganggap bahwa Logika sebagai suatu teknik, sehingga setiap masalah dapat dipecahkan.

KALIMAT PERNYATAAN ATAU PROPOSISI
Setiap kumpulan kata yang berarti yang disusun menurut aturan tata bahasa disebut kalimat.Kalimat yang dibicarakan dalam logika Matematika adalah kalimat-kalimat yang menerangkan (indicative sentences/declarative sentences). Kalimat yang mempunyai nilai kebenaran, yaitu nilai benar atau nilai salah tetapi tidak kedua-duanya disebut pernyataan. Sekarang akan dibicarakan perbedaan antara pernyataan (statement) dan proposisi (proposition). Beberapa penulis, kedua istilah itu dianggap sama, bahkan dipakai secara berganti-ganti. Beberapa penulis lain hanya menyebutkan pernyataan, dan tidak menyebut-nyebut proposisi. Beberapa penulis lainnya lagi membedakan antara kedua istilah tersebut. Bagi kelompok pertama, yaitu penulis-penulis yang menganggap sama antara proposisi dan pernyataan (kalimat deklaratif) menyimpulkan bahwa istilah-istilah itu didefinisikan sebagai kalimat yang mempunyai nilai benar atau nilai salah, tetapi tidak kedua-duanya.

PERNYATAAN MAJEMUK DANTABEL KEBENARAN
Pada pembicaraan ini dan seterusnya kita hanya membicarakan pernyataan-pernyataan
saja. Pernyataan-pernyataan sederhana digandengkan menjadi pernyataan majemuk
(tersusun) dengan menggunakan kata-kata perangkai (penghubung). Kata-kata perangkai itu
adalah :
(1) “atau” dengan simbol “ Ú
(2) “dan” dengan simbol “&” atau “ Ù
(3) “apabila …. maka….” dengan simbol “ Þ
(4) “bila dan hanya bila” dengan simbol “ Û
Sedangkan negasi (sangkalan) suatu pernyataan digunakan kata-kata “tidak benar
bahwa” yang diberi simbol “-” di depan pernyataan yang disangkal (diingkar). Di depan
telah dikatakan bahwa pernyataan-pernyataan diberi simbol dengan huruf alfabet kecil: a, b,
c, d, ….. Sedangkan nilai “Benar” atau “Salah” suatu pernyataan disingkat berturut-turut
dengan “B” atau “S”.

A. Negasi (Sangkalan/Ingkaran)  ” - 
Negasi suatu pernyataan ialah suatu pernyataan yang bernilai salah apabila pernyataan
semula bernilai benar, dan bernilai benar apabila pernyataan semula bernilai salah.
Definisi ini dapat dinyatakan dalam suatu tabel yang disebut tabel kebenaran untuk
negasi suatu pernyataan sebagai berikut:
Tabel 3.1.Tabel Nilai Kebenaran
Contoh : Jika a: “Ida suka mangga”
maka –a : “Tidak benar bahwa Ida suka mangga”.

B. Konjungsi Dua Pernyataan  ”a^b”

Konjungsi dua pernyataan a dan b ditulis “a & b” (dibaca “a dan b”) bernilai B
(benar), hanya apabila kedua pernyataan tunggalnya bernilai B, dan untuk nilai-nilai
kebenarana dan b lainnya, maka “a & b” bernilai S (salah).
Definisi tersebut dapat dinyatakan dalam suatu tabel kebenaran (tabel 3.2) konjungsi
dua pernyataan a dan b.
Tabel 3.2.Tabel Nilai Kebenaran
Konjungsi Dua Pernyataan a dan b
Contoh :
1) Misalkan “a” menyatakan “Tembok itu berwarna hitam”, maka negasi a yaitu “-a
menyatakan “Tidak benar bahwa tembok itu berwarna hitam”. Lebih ringkas dikatakan
“Tembok itu tidak berwarna hitam”.
Apabila “b” menyatakan “Tembok itu berwarna putih”, maka b bukan negasi dari a.
Sebab apabila kenyataannya tembok itu berwarna hijau, maka baik a maupun b kedua
pernyataan bernilai salah. Hal ini bertentangan dengan definisi 3.1.
2) Jika p dan q keduanya bilangan real, maka negasi dari “p > q” adalah “tidak benar bahwa
p> q”. Tidak benar bahwa p > q tidak berarti bahwa p < q, sebab jika kenyataannya p =
q, maka baik p > q maupun p < q keduanya bernilai salah. Sehingga negasi dari “p > q”
adalah “p £ q”.
a -a -(-a)
Catatan: Pernyataan dan negasinya mempunyai nilai-nilai kebenaran yang selalu berlainan,
artinya jika suatu pernyataan diketahui bernilai B, maka negasinya bernilai S dan
sebaliknya jika suatu pernyataan diketahui bernilai S, maka negasinya bernilai B.

C. Disjungsi Dua Pernyataan
Disjungsi dua pernyataan a dan b ditulis “a Ú b” (dibaca: “a atau b”) bernilai S hanya
apabila dua pernyataan tunggalnya bernilai S, sedangkan untuk nilai-nilai kebenaran a
danb lainnya, maka “a Ú b” bernilai B.
Definisi ini dapat dinyatakan dalam suatu tabel kebenaran disjungsi dua pernyataan a
danb (tabel 3.3) sebagai berikut:
Tabel 3.3.Tabel Nilai Kebenaran
Disjungsi Dua Pernyataan a dan b
Contoh:
1) “7 adalah bilangan prima atau 7 lebih besar dari 8” adalah disjungsi yang bernilai benar
(sesuai baris kedua dari tabel 3.3).
2) “5 adalah bilangan prima atau 5 membagi habis 20” adalah suatu dijungsi yang bernilai
benar.
3) “ 6 adalah faktor dari 9 atau 4 + 7 = 10” adalah suatu dijungsi yang bernilai salah.
4) Apabila x bilangan nyata, maka (x - 1)(x – 5) = 0 dipenuhi jika x = 1 Ú x = 5.
Disjungsi dua pernyataan yang didefinisikan sesuai dengan tabel 3.3 disebut disjungsiinklusif. Disjungsi jenis lain disebut disjungsi eksklusif. Disjungsi eksklusif dua pernyataan
adan b disimbolkan sebagai “a Ú b” (dibaca “atau a atau b”) dan didefinisikan sesuai dengan
tabel 3.4. Dalam buku ini, apabila ditentukan suatu disjungsi tanpa keterangan apa-apa, maka
yang dimaksud adalah disjungsi inklusif.
Tabel 3.4.Tabel Nilai Kebenaran
Disjungsi Eksklusif dari a dan b.
D. Implikasi (Kondisional) Dua Pernyataan
Implikasi dua pernyataan a dan b diberi simbol “a Þ b” (dibaca “apabila a maka b”).
adisebut pendahulu (antecedent) dan b disebut pengikut (consequent).
Implikasi “a Þ b” bernilai S hanya apabila pendahulu a bernilai B dan pengikut b
bernilai S, untuk nilai-nilai kebenaran a dan b lainnya, maka implikasi “a Þ b
bernilai B.
Definisi tersebut dapat dinyatakan dalam suatu tabel kebenaran implikasi
aÞ b (tabel 3.5) berikut.
Tabel 3.5.Tabel Nilai Kebenaran
Implikasi a Þ b
Dalam percakapan sehari-hari pernyataan majemuk “apabila … maka …” biasanya
ada suatu hubungan antara pendahulu dan pengikut.
Contoh:
Apabila matahari terbit dari barat, maka Siti lulus ujian.
Kalimat ini sering kita dengar, dan dimaksudkan bahwa mustahil Siti akan lulus dalam
menempuh ujiannya. Meskipun dalam implikasi itu tidak ada hubungan antara pendahulu
(matahari terbit dari barat) dan pengikut (Siti lulus ujian). Implikasi itu bernilai benar, sebab
pendahulunya bernilai salah.
Perhatikan tabel nilai kebenaran implikasi (tabel 3.5), maka kita dapat
menyimpulkan :
(1) Implikasi selalu bernilai benar, apabila pendahulunya bernilai salah, tanpa
memperhatikan nilai kebenaran pengikutnya (sesuai baris ke 3 dan 4 dalam tabel 3.5).
Nilai kebenaran pengikutnya, baik Benar atau Salah, jika pendahulunya bernilai Salah,
maka implikasi tersebut bernilai Benar.
(2) Implikasi selalu bernilai benar, apabila pengikutnya bernilai benar, tanpa
memperhatikan nilai kebenaran dari pendahulunya (sesuai baris ke 1 dan 3). Tanpa
mengetahui nilai kebenaran pendahulu, jika diketahui pengikutnya bernilai Benar, maka
implikasi tersebut bernilai Benar.
Implikasi yang dipelajari dalam Matematika adalah implikasi yang didefinisikan
seperti dalam tabel 3.5. Implikasi semacam ini disebut implikasi material.Sedang implikasi
yang dijumpai dalam percakapan sehari-hari disebut implikasi biasa (ordinary implication).
Apabila diketahui bahwa “a Þ b” bernilai benar, maka:
(1) adisebut syarat cukup bagi b, atau
(2) bdisebut syarat perlu bagi a.
Perhatikan bahwa suatu syarat perlu belum tentu merupakan syarat cukup.

Definisi implikasi lanjut  :
Apabila diketahui "a Þb" maka
(1) bÞ a disebut konvers dari a Þb
(2) - a Þ - b disebut invers dari a Þb
(3) - b Þ - a disebut kontraposisi (kontrapositif) dari a Þb .
Definisi 3.5 ini dapat dinyatakan dengan skema sebagai berikut:
Tabel 3.6 adalah tabel nilai kebenaran suatu implikasi beserta konvers, invers, dan
kontraposisinya.
Memperhatikan tabel 3.6 ini, kita dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu:
(1) Implikasi mula-mula ( aÞ b ) dan konversnya tidak selalu mempunyai nilai
kebenaran yang sama.
(2) Implikasi mula-mula dan inversnya tidak selalu mempunyai nilai kebenaran yang
sama.
(3) Implikasi mula-mula selalu mempunyai nilai kebenaran yang sama dengan
kontraposisinya, dikatakan bahwa “ a Þ b ekuivalen dengan - b Þ - a ” dan
ditulisa Þ b ek - b Þ - a .
Tabel 3.6.Tabel Nilai Kebenaran Implikasi a Þ b
beserta Konvers, Invers dan Kontraposisnya

E. Biimplikasi (Bikondisional)
Biimplikasi a dan b (disimbolkan dengan "a Ûb" ) bernilai benar apabila kedua
pernyataan tunggalnya mempunyai nilai kebenaran yang sama, dan mempunyai
bernilai salah apabila kedua pernyataan tunggalnya mempunyai nilai kebenaran yang
berbeda.
Tabel 3.7.Tabel Nilai Kebenaran
Biimplikasi dari a dan b.

Teorema: a Û b
ek ( a Þ b ) & ( b Þ a )
Bukti: Untuk membuktikan kebenaran teorema itu diperlihatkan tabel nilai kebenarannya sebagai berikut:
Terlihat bahwa urutan nilai kebenaran pada kolom 3 sama dengan urutan nilai
kebenaran pada kolom 6, berarti:
aÛ b
ek ( a Þ b ) & (b Þ a )
Pada implikasi a Þ b ,a adalah syarat cukup bagi b, dan pada implikasi b Þ a , a
adalah syarat perlu bagi b. Sehingga a Û b berarti a adalah syarat cukup dan perlu bagi b
dan sebaliknya..
Contoh:
Apabila ketiga sisi suatu segitiga sama panjang maka segitiga itu samasisi.
Dimaksudkan bahwa “ketiga sisi suatu segitiga sama panjang bila dan hanya bila segitiga itu
sama sisi”.
Selanjutnya kata perangkai “bila dan hanya bila” disingkat “bhb”. Kita telah
menggunakan singkatan “ek” untuk “ekuivalen”. Dua pernyataan dikatakan ekuivalen
apabila nilai-nilai kebenarannya sama. Bandingkanlah
aÛ b dengana ek b. Kedua pernyataan ini mempunyai nilai kebenaran sama.

F. Negasi-Negasi dari Konjungsi, Disjungsi, Implikasi dan Biimplikasi.
Untuk menentukan negasi-negasi konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi
disusun tabel-tabel kebenarannya dalam satu tabel (tabel 3.9)
Tabel 3.9

Misalkan kita akan menentukan negasi dari (a & b), yaitu –(a & b), nilai-nilai kebenarannya terlihat pada kolom ke-8. Nilai-nilai kebenaran pada kolom itu terdiri atas satu S dan diikuti berturut-turut tiga B. Hal ini hanya terjadi pada pernyataan majemuk dengan kata penghubung “ Ú ”, yaitu a Ú -b.
Jadi (a & b) ek aÚ b
Nilai-nilai kebenaran dari (a Ú b) berturut terdiri atas tiga S dan satu B (lihat kolom 9). Hal ini hanya terjadi pada pernyataan majemuk dengan kata penghubung “&”, yaitu -a & -b.
Jadi (a Ú b) ek -a & -b.
Nilai-nilai kebenaran dari (a Þ b) terdiri atas tiga S dan satu B (lihat kolom 10). Hal ini hanya terjadi pada nilai-nilai kebenaran pernyataan majemuk dengan kata penghubung “&”, yaitu a & -b. Jadi
(a Þ b) ek a & -b.
Kita telah mengetahui bahwa b a Û
ek ( a Þ b ) & ( b Þ a )
Maka–( a Û b ) ek –(( a Þ b ) & ( b Þ a ))
ek –( a Þ b ) Ú –( b Þ a )
ek (a & -b) Ú (b & -a)
Jadi  ( a Û b ) ek (a & -b) Ú (b & -a)

Comments

Popular posts from this blog

Dirigen

( Partner Relationship Management)